5 July 2009

KDW0102 Seri 02 dari 41 seri/esai

Modul Kuliah : Kuliah Dasar Wisatahati / KDW-01
Materi MOdul : Kuliah Tauhid
Judul Materi : Laa ilaaha illallaah

Yang kita perlukan di kehidupan ini adalah tauhid, iman dan amal saleh.
Ingin rasanya saya gemakan terus kalimat tauhid ini di hati ini. Saya jaga jangan sampai ia
lepas. Bahwa LAA ILAAHA ILLALLAAH, tidak ada Tuhan selain Allah. Termasuk di
urusan rizki. Tidak ada pemberi rizki kecuali Allah. Tidak ada rizki selain dari Allah. Tidak
ada cara mencari rizki kecuali caranya Allah. Tidak ada tuhan selain Allah pokoknya.
Saya mau meyakini Kalimat Tauhid ini, supaya enteng hidup saya, tidak kelelahan di dalam
mencari dan menikmati dunia, dan menjadikan Allah sebagai Sentral Kehidupan saya.
Tidak mudah. Karenanya saya mau bersungguh-sungguh dan berdoa. Memohon taufiq dan
hidayah-Nya.
Saya melihat tidak sedikit manusia yang kelelahan mencari dunia. Sebab yang ia cari
memang dunia. Tiada ia tempuh jalan-jalan ibadah yang mengantarkannya kepada Pemilik
Dunia. Saya tidak mau menjadi bahagian dari orang-orang yang kelelahan itu. Saya ingin
kemudahan.
Saya melihat manusia-manusia yang berat hidupnya dengan beban hidupnya. Sebab ia tidak
men-share bebannya itu kepada Allah. Padahal DIA lah Yang Maha Meringankan.
Saya melihat ada yang menangis padahal Allah Maha Membahagiakan; Ada yang hidupnya
sulit, padahal Allah Maha Memudahkan; Ada yang bermasalah, padahal Allah Maha
Menolong; Ada yang miskin dan menderita, padahal Allah bisa menciptakan kekayaan di hati
yang tidak perlu kaya secara dunia; Ada yang kaya, tapi tidak memiliki keluarga.
Keluarganya adalah bisnisnya. Keluarganya adalah pekerjaannya. Tawa canda anak-anaknya
milik pembantu-pembantu dan supirnya, lantaran ia jarang berkumpul sama anak-anaknya.
Pasangan hidupnya juga adalah kesibukannya.
Subhaanallaah, izinkanlah kami-kami menjadi orang kaya yang hidupnya senang ya Allah.
Senang dunia akhirat. Bahagia dunia akhirat.
Saya melihat ada yang keluarganya berantakan, sementara ia enjoy dengan hal itu, lalu ia
katakan kepada dunia dia mau membentuk keluarga baru yang lebih harmoni; Ada yang
hidupnya pindah berpindah, dari kesenangan yang satu ke kesenangan yang lain, hingga
jiwanya sendiri lelah mengikutinya. Wajahnya ceria, tapi jiwanya rapuh; Ada manusia yang
segalanya ada, tapi penghuni langit tiada mencintainya dan tiada menghargainya. Yang bisa
menghormatinya, yang bisa memuliakannya, adalah manusia-manusia yang tiada pernah tahu
siapa dia sebenarnya. Dia merasa dunia digenggamnya. Padahal dunia sedang
menghinakannya; Ada yang mengenal semua tempat-tempat indah, dan berkeliling dunia.
Tapi hatinya, pikirannya, badannya, tiada pernah dibawa menikmati shalat-shalat malam,
bahkan keheningan berduaan dengan Pemilik Surga di dalam shalat pun tiada dia kenal; Ada
pekerja-pekerja yang mengabdikan hidupnya untuk kerja dan usaha, sehingga sesungguhnya
dirinya pun tiada kebagian jam istirahat dan bersenang-senang bahkan.
Saya melihat tidak sedikit manusia yang justru malah mudah mencari dunia. Tapi ia
kekeringan. Ada selalu yang diambil sebagai tebusan dari mudahnya ia mendapatkan dunia.
Itu saya lihat terjadi sebab kemudahan itu ia dapatkan bukan dengan mentaati Allah,
Tuhannya. Sehingga ia tidak sadar bahwa Allah justru mengazabnya dengan dunia-Nya.
Saya mengingat analogi maen CATUR yang sering saya sampaikan kepada para pendengar
tausiyah saya, yang sesungguhnya saya sedang memperdengarkannya pada diri saya sendiri.
Kalau kita maen catur BERDUA, maka berlaku aturan permainan catur. Dimana kuda
jalannya L. Peluncur jalannya miring. Pion hanya bisa jalan maju tidak bisa mundur, dan
paling banyak hanya bisa jalan dua kotak catur lurus ke depan. Adapun Raja, bila di
depannya, seluruh Pion belum dijalankan, dan Peluncur serta Menterinya masih ada di kanan
kirinya, maka Raja hanya bisa diam. Tidak boleh ia melompati Raja. Itulah ATURAN
CATUR. Tapi itu kalau maen BERDUA. Bagaimana kalau maen catur SENDIRIAN? Kalau
maen catur sendirian, ya bebaslah maennya. Tidak berlaku hukum permainan catur. Kita
boleh menjalankan Kuda selagu-lagunya. Mau lurus, mau muter-muter, mau lompat, bebas.
Peluncur pun mau kita buat jalannya melompat-lompat seperti maen halma, boleh. Bagi Raja,
meskipun seluruh pion belum dijalankan, ia pun boleh melompat dan bebas bergerak ke sana
kemari. Inilah yang terjadi kalau kita maen catur SENDIRIAN.
Dan bila analogi catur ini boleh dibawa ke urusan tamsil tauhid, maka perlu kita ketahui
Allah itu tidak ada sekutu bagi-Nya. Ibarat main catur, ALLAH MAEN SENDIRIAN DI
DUNIA INI. TIDAK ADA YANG LAIN.
Kemudahan ada di tangan Allah. Laa ilaaha illallaah. Tidak ada yang bisa memberi
kemudahan kecuali Allah. Kebahagiaan, ketenangan, kedamaian, ada di tangan Allah. Laa
ilaaha illallaah. Tidak ada yang bisa memberi itu semua kecuali Allah. Sama dengan
maksudnya itu kalimat; Tidak ada yang bisa memberikan ragam kesulitan kecuali Allah yang
hingga Dia lah yang bisa melepaskannya kembali. Kehendak itu kehendaknya Allah. Maka
saya kepengen Allah berkehendak memudahkan segala urusan saya. Tapi bila saya
menghendaki Allah memberikan kemudahan buat saya, sudah seharusnya saya menjadi
hamba-Nya yang mau mengikuti segala aturan-Nya, dan siap untuk melaksanakan kewajiban
dan meninggalkan larangan-Nya. Saya tidak menjamin diri saya sendiri, bahwa ia akan
mendapatkan segala kemudahan apabila Allah tidak saya ikuti. Rasul pun demikian. Ia tidak
sanggup menjamin dirinya dan anak keturunannya masuk surga bila tiada ketaatan dan amal
salih.
Bila Allah sudah mengatur, maka Kun Fayakuun-Nya yang terjadi. Kuasa-Nya yang terjadi.
Karena Dia lah Laa ilaaha illallaah. Tidak ada yang mengatur dunia ini kecuali Allah. Saya
sangat sangat bersedia untuk diatur. Sebab saya tahu dan meyakini, dengan sabab ilmu yang
diteteskan-Nya pada saya, melalui pengajaran para guru, para orang tua, lewat berbagai
media, bahwa kalau Allah sudah mengatur, maka aturan-Nya itulah yang terbaik. Laa ilaaha
illallaah. Tidak ada aturan yang terbaik kecuali apa-apa yang sudah Allah aturkan.
Laa ilaaha illallaah. Tidak ada Tuhan selain Allah. Tidak ada pemain di dunia ini, kecuali
Allah, yang memainkan seluruh peraturan, sebab peraturan adalah peraturan-Nya, dan segala
kuasa adalah Kuasa-Nya.
Dengan berpikiran seperti ini, yang harus saya lakukan adalah menyadari semua itu, pasrah
berserah diri untuk ikut di dalam aturan-Nya dan mengikuti-nya sepenuh hati dengan
kekuatan penuh. Tidak setengah-setengah.
Laa ilaaha illallaah. Tidak ada kehidupan kecuali untuk-Nya.
Saya melihat, kegagalan para pencari dunia, baik di tahapan mencari dunia, atau di tahapan
menikmati dan mengelola dunia, adalah aktifitasnya tidak dia lakukan karena Allah dan
untuk Allah. Andai dia punya visi misi li i’laa-i kalimaatillaah, untuk meninggikan kalimat
Allah, maka tidak ada pernah kegagalan baginya…
***
Sampe sini, SAYA MEMBACA ULANG TULISAN INI. Tulisan yang dijadikan esai-esai
Kuliah Tauhid di KuliahOnline Wisatahati.
Ya, saya membaca ulang apa yang saya tulis. Dari atas, sampai bait ini.
SAYA TIDAK PERCAYA YANG SAYA TULIS. Benarkah yang saya tulis ini? Sehebat
itukah tauhid saya? Tambah ga percaya lagi, bahwa saya sedang mengajar lewat esai ini,
Kuliah Tauhid kepada seluruh peserta KuliahOnline.
Adduh, andai benar, saya benar-benar memohon Allah menjadikannya menjadi bait-bait doa
agar apa yang tertulis menjadi kenyataan. Allah bimbing saya untuk mencari dunia dengan
baik, dan memanfaatkannya dengan baik untuk kepentingan agama-Nya, dan hanya di jalan-
Nya. Allah bimbing saya untuk senantiasa mensyukuri segala nikmat, dan meyakini bahwa
Laa ilaaha illallaah, tidak ada sesuatu yang harus dikejar kecuali diri-Nya semata. Yang
dengan demikian tidak seharusnya pencarian dunia, berhenti di sebatas mencari dunia itu
saja. Terus dikonsentrasikan di pembesaran asma-Nya, di perbesaran manfaatnya.
SAYA MELIHAT DIRI SAYA. Ya, saya melihat saya! Saya masuk ke kehidupan saya…
Dan saya menemukan diri ini masih jauh dari tulisan di atas. Teramat jauh.
Jauuuuuuuuuuhhhh…
Duh, apa sanggup saya menuliskannya lagi bait-bait yang masih menari di hati ini?
Saya ingin berteriak kepada diri saya, tunjukkan kalau Anda benar!
Lagi. Saya melihat diri saya lagi. Wuh, benar! Jauh. Lihat saja. Allah memanggil saya.
Memanggil dengan azan. Lihat, saya tidak bergeming. Apakah ini yang disebut Laa ilaaha
illallaah? Tidak ada urusan --harusnya-- kecuali urusan-Nya Allah yang harus lebih kita
urus? Nyatanya, saya masih menomorduakan panggilan Allah.
Saya tahu Allah bakal datang. Sebab waktu shalat betul-betul sebentar lagi datang. Tapi saya
malah masih nulis, bukan siap-siap menyambut kedatangan-Nya. Dan tidak pagi tidak siang
tidak malam, di setiap waktu shalat, saya tahu jadwal shalat. Lalu, bukannya malah
menunggu kedatangan Allah, malah jadi Allah yang menunggu saya!
Duh duh duh, lebih pantas rasanya saya menangisi diri ini.
Wahai Kamu! (Begitu saya seharusnya menunjuk hidung saya sendiri dengan jari). Kalau
Kamu benar tauhidnya, perlakukan Allah dengan benar. Perhatikan DIA. Tegakkan tauhid
dalam kehidupan Kamu! Jangan ada yang laen di hati Kamu, kecuali Allah. Jika ada urusan
dunia, lalu Allah datang memanggil, ya segera tinggal saja. Tidak ada yang lebih penting di
dunia ini kecuali menegakkan shalat. Maka bahagian menanti berkumandangnya azan adalah
hal yang mestinya menjadi hal yang luar biasa.
Saya ingin berteriak kepada diri saya, buktikan kalau Anda benar! Benar tauhidnya. Benar
sudah mengatakan Laa ilaaha illallaah. Nyatanya? Belum tuh.
Loh loh loh… Ntar dulu...
Sebenarnya, sedang dialog sendirian, nengajar… Atau sedang menulis sih?
Maaf wahai tanganku, saya sedang berdialog dengan diri sendiri.
Biarkan.
Biarkan ia terus menulis sekenanya.
Sesukanya.
Ya. Saya melihat saya. Jauh benar dari menjadikan Allah sebagai tujuan hidup. Ketika
mencari dunia, mau bersusah payah. Tapi giliran beribadah, gampang benar teriak lelah.
Shalat sunnah tidak dipaksakan untuk ditegakkan. Shalat berjamaah tidak dipaksakan untuk
dikejar di shaf yang pertama. Kehadiran diri tidak digunakan untuk kepentingan sesama.
Setidaknya belum dimaksimalkan potensinya untuk ditujukan pada sebesar-besarnya
kepentingan sesama, dan agama. Keluarga masih terabaikan.
Kurangnya… banyak.
Itulah. Saya melihat saya.
Tapi, Laa ilaaha illallaah.
Tidak ada yang mengajarkan ilmu dan memberikan kesempurnaan langkah kecuali Allah.
Maka saya menghibur diri ini, Laa ilaaha illallaah. Biarlah Allah membimbing saya terus,
sehingga bisa menjadi hamba-Nya yang sesuai dengan apa yang digariskan-Nya.
Ah dunia. Saya tulis buku ini agar saya tidak susah mencari kamu wahai dunia. Tapi saya
ingatkan juga diri saya, bahwa kamu itu tidak penting. Laa ilaaha illallaah. Tidak ada yang
lebih penting kecuali Allah.
Saya tulis buku ini, sebab kasihan melihat diri saya yang sering kesusahan mencari dunia
untuk menjaga kehormatan dan kemuliaan diri. Tapi betapapun, saya hidup di dunia ini.
Rasul pun mengajarkan doa agar kita memohon kepada Allah agar Allah membaguskan dunia
kita sebab di sini kita hidup. SAYA BERTUHAN ALLAH. MENGAPA setelah tuhan saya
adalah Allah, dan Allah adalah pemilik segala apa yang ada di dunia ini, LALU HIDUP
SAYA TETAP SUSAH? Atau merasa susah? Itu tandanya saya belum benar-benar bertuhan
Allah. Itu saja.
Eh saya, ayo maju terus! Sempurnakan terus ilmu dan ikhtiarmu. Jangan lupa terus memohon
bimbingan dari Allah.
Udah mau shubuh tuh. Ayo mandi. Siap-siap menuju masjid. Katakan kepada dunia, bahwa
kamu mau shalat shubuhan dulu. Kalau shalat shubuh sudah tidak disiplin, jangan harap ini
menjadi awal hari yang baik, untuk dunia kamu, untuk urusan permasalahan kamu, untuk
segala hajat kamu…
Loh, koq masih nulis terus? Katanya mau Shubuhan?
Iya iya. Saya akan segera berhenti mengetik, dan men-shut-down komputer ini. Makasih
yaaa.


Salam. Yusuf Mansur. Kampung Ketapang, Senin 27 Agustus 2007, pukul 04.38 WIB.
(tulisan ini “sudah berulang tahun”. Sebab ia sungguh saya tulis tahun lalu, 1hr lebih cepat
dari saya meng-upload tulisan ini ke web
wisatahati.com
dan dijadikan esai
KuliahOnline. Mudah-mudahan Allah subhaanahuu wata’aala benar-benar menjadikan kita
sebagai orang-orang yang mengEsakan-Nya, bertauhid hanya pada-Nya).

0 komentar:

Post a Comment